Wednesday, August 15, 2018

Menjawab Curhat #4: Cinta Segiempat



Ya ampun Dekkk, mendingan pikirin sekolah dulu kayak PR besok udah kelar apa belum? Kamu Jawa Tengah provinsi aja gak tau lho Dek-____-


Baca juga:
Curhat 3: Kena Drop Out

Menjawab Curhat #2: Aku Ingin Cantik


Kamu terganggu ya sama "nama kok Ayu, wajah gak ayu." wkwk ....

Inget yaaa, Tuhan punya caranya sendiri buat melindungi umatnya. Dan pengen banget aku susupin lagu Dmasiv ke telinga kamu ... "syukuri apa yang ada ...," Masih mending kamu hidungnya bengkok aja, yang lain? Banyak yang lebih parah. Ada yang lubang hidungnya cuma 1, dan harus dioperasi. Juga saluran pernapasannya gak begitu bagus, mesti dioperasi juga. Ya, yang penting hidung kita bisa dipakai bernapas, bukan?

Umur kamu masih 16 tahun, wajah bisa saja berubah seiring perkembangan waktu. Kamu sabar saja, lebih baik perbaiki diri di arah lain. Misalnya prestasi belajar. Sumpah ya zaman sekarang mah cantik doang gak guna:). Modal cantik doang mau jadi apa? Artis paling, itu pun harus punya akting yang mumpuni. Selain itu apa? Jadi pelakor? Kamu mau? Mending kamu imbangi dengan kepintaran kamu ... sehingga kamu bisa bilang, "aku gak cantik, tapi aku pintar." Persaingan dunia makin ketat sekarang, Dek. Lihat aja. Dan kamu ngapain ya buka post-an 'gap year'? Heran aku. Mumpung masih kelas 10 nih ya, coba perbaiki nilai, ditingkatin, siapa tau kamu bisa jadi salah satu orang yang beruntung bisa lolos SNMPTN dan gak pusing ikutan SBMPTN atau Ujian Mandiri yang menyiksa batin serta pikiran itu.

Soal wajar gak sih umur segitu belum pernah ngerasain pacaran? Ya ampun, wajar aja sih. Mungkin kamu lebih fokus ke hal lain, misalnya pendidikan, bantuin orangtua, ngurusin adik, atau masih seneng dalam dunia pertemanan, bisa juga kamu lagi asyik menikmati masa remaja kamu. Gak usah pusing lah mendengar temen-temen kamu yang gonta-ganti pacar, inget aja ... barang murah pasti laku, kan? Mungkin juga nih ya, kamu itu ditakdirkan pacarannya nanti, setelah menikah. Langsung bertemu dengan suami kamu, gak pake drama-drama patah hati segala macem:) Dan kamu pikir dengan pacaran itu kamu bakal jadi makhluk terbahagia di dunia ini? Jangan lupa konsep 'jatuh cinta' ya, yang namanya 'jatuh' itu pasti ada sakitnya. Udah siap belum sakit hati?

Sekian ya, Ayu ... semoga sedikit-banyak bisa membantu.



Baca juga:
Curhat 1: Berhenti Kuliah

Monday, August 6, 2018

Menjawab Curhat #3: Kena Drop Out






Aku mau ralat ucapan kamu di awal ya, "usia saya akan menginjak 20 bulan Desember nanti" maksudnya? Kalo 20 bulan itu masih balita dong?:( Maksud kamu "usia saya akan menginjak 20 pada bulan Desember nanti" kali ya?

Let's back to the topic, ini masalah yang cukup rumit menurut aku. Tapi aku mau kasih pujian dulu buat kamu yang bisa ngalahin ratusan ribu orang yang mau masuk universitas ternama itu dengan jerih payah kamu sendiri. Tuh kan, kalau kamu mau belajar tuh sebenernya bisa! Kamu itu sebenernya gak bodoh tau. Menurutku kamu itu cuma males aja buat belajar. Kamu punya otak yang menurut aku tinggal sering diasah aja! Kamu itu pinter dalam artian yang kamu buat sendiri.

Terus kamu kenapa sampai DO coba? Kamu kurang bisa beradaptasi, ya sama lingkungan? Tapi it's okay, jangan menatap terus ke masa lalu ... kita hidup di masa sekarang. Kita pikirin aja solusi ke depannya agar lebih baik. Kamu gak perlu menyesal tentang masa lalu, tentang apa-apa saja yang telah kamu perbuat, tentang kesombongan kamu di masa lampau. LUPAIN! Lupain semua itu mulai sekarang, oke? Kamu sekarang bertobat aja, minta maaf kepada Tuhan. Jangan menyalahkan Dia. Kamu ingat aja namanya manusia itu nggak ada yang sempurna. Pasti adaaaa aja dosanya. Pasti ada ajaaa kesalahannya.

Manusia yang baik itu bukan manusia yang tak pernah berbuat salah, tetapi manusia yang bisa memperbaiki kesalahannya, menurut aku. Coba sekarang kamu ambil secarik kertas deh, terus tulis apa-apa aja kesalahan kamu di masa lalu. Terus kamu coret-coret pake spidol tebel sambil bilang, "aku gak bakal ngelakuin ini lagi." Aku biasanya melakukan hal itu sih ketika menyesal, lalu penyesalan aku pun hilang. Kamu boleh coba pake metode aku, siapa tau membantu hehe.

Soal kamu gak bakalan kuliah lagi. Hmmm ... why? Trauma, ya? Saran aku, mending kamu kuliah deh,  di mana aja, jurusan apa aja, fakultas apa aja ... serius. Orangtua kamu kan orang berada, pasti mampulah menguliahkan kamu di universitas swasta. Dan jika kamu masuk universitas swasta, coba jadi diri baru, buang pribadi lama kamu. Jangan down, sedih boleh, tapi jangan berlarut-larut. Hidup ini ya gini, naik-turun ... kayak roda. Kadang kita di atas, kadang kita di bawah. Makanya jangan sombong, roda itu berputar.

Minta maaf deh sama orang-orang yang sempet kamu rendahin, seharusnya kamu gak berlaku kayak gitu ke mereka:(

Perihal bunuh diri ... PLIS DEH YA! BIG NO!!! Dengan kamu bunuh diri, itu gak bakalan menyelesaikan masalah, malah kamu bikin masalah baru. Dan kamu pikir di neraka bakal lebih baik apa daripada di dunia? Di neraka kamu gak bakal ngerasain sakit emangnya? Ya ngerasainlah! Lebih parah malahan!

Aku tau kamu depresi, aku tau kamu sedang berada di titik terendah kehidupan. Tapi kamu harus bangkit dooong! Tunjukin ke seluruh dunia bahwa kamu mampu menghadapi masalah ini. Tuhan gak bakal ngasih cobaan melebihi kemampuan umatnya kok. Kamu harus semangat, kamu masih muda, kamu pintar juga.

Karena email kamu penuh pribahasa, sekalian aja nih aku tambahin ya; "setelah hujan pasti ada pelangi." Hehehe.

Big hug for you, yang kuat yaaa:)

Menjawab Curhat #1: Berhenti Kuliah



Halo, semoga kamu gak keberatan ya kalau aku balas email kamu di sini dan post juga hehe.

Ketika membaca email kamu, aku teringat kepada Reza Pahlevi, siapa dia? Dia adalah seorang inspiratif muda, dia membiayai kuliahnya sendiri di sebuah universitas swasta. Dia mencari uang dari lulus SMA sampai usia 28 tahun dia baru bisa kuliah.

Pertanyaan saya, kenapa kamu tidak mengikuti jejak Reza Pahlevi saja? Kenapa kamu tidak mulai nabung dan melanjutkan kuliah arsitektur kamu yang sempat tertunda? Dengan begitu kamu bisa setara pendidikannya dengan adik-adik kamu. Atau jika kehabisan biaya, kamu bisa minta bantuan kepada adik kamu yang katanya gajinya bakal lebih tinggi itu. Hitung-hitung balas budi ya, bukan minta imbalan.

Tidak ada yang terlambat dari belajar. Kamu masih muda, usia 21 tahun itu belum apa-apanya sama kakek-kakek yang tetap mengejar pendidikan di usia 70-an. Jangan malu jika nanti duduk bersebelahan dengan anak-anak muda yang baru lulus SMA. Tujuan kamu adalah belajar, menyisipkan gelar di belakang nama kamu. Jangan juga menyalahkan Tuhan karena telah mengambil almarhum ayah kamu, mungkin Tuhan punya maksud lain, punya cerita baik dibalik semua ini. Percaya saja.

Itu saja dari aku,  semoga ini bisa membantu. Barangkali ada yang ingin membantu, silakan komentar:)

Tuesday, July 31, 2018

#SAYAJUGA (Dilecehkan Temen Sekampus)




Hai balik lagi sama gue, Rivia!

Gue kali ini mau cerita sedikit mengenai seseorang #cie elahhh. Mungkin bagi perempuan juga bisa dijadikan pelajaran dan bisa lebih berhati-hati lagi. Semoga aja, dan berhubung lagi ramai juga kasus Via Valen yang speak up tentang dia di DM oleh pesepak bola, lalu banyak banget yang ikutan cerita, ya begitu juga dengan gue:)

So, langsung ajague punya temen yang sebut aja namanya Ando. Dia seorang cowok yang ganteng, bodi oke, tinggi 180, dan berkulit sawo matang. Ando adalah anak rantau dari Bali. Singkat kata dia adalah most wanted-lah di kampus gue. Selain itu yang bikin dia makin sempurna lagi adalah IPK-nya yang nyaris sempurna. Kata temen gue dia itu idaman banget!

Gue sendiri awalnya nggak kenal sama Ando, ya iyalah orang kita satu jurusan aja enggak. Jadi gimana cara kita bisa kenal? Gue waktu itu ikutan ekskul, nggak usah disebut lah ya ekskul apa. Dan dia juga ikutan, dari situ berujung perkenalan hingga pertemanan.

Bagi gue Ando ini selain, ganteng, pinter, dan blablabla yang bikin semua cewek bertekuk lutut sama dia itu ... dia merupakan pribadi yang humoris, juga baik. Dia temen ngobrol yang asyik pula. Tapi bukan berarti gue termasuk ke salah satu cewek yang jatuh cinta sama dia ya. Gue sih biasa aja, bagi gue dia adalah temen yang seru. Udah gitu doang. Gue nggak mau cinta-cintaan dulu sebelum sarjana wkwk. Karena tujuan gue ke sini buat kuliah, bukan buat nyari calon suami.

Gue sama Ando itu bisa dibilang lumayan akrablah. Banyak cewek-cewek termasuk temen gue sendiri rada sirik sama gue. Lah gue mah apaan, santai aja nanggapinnya.

Suatu hari Ando ngajak pulang bareng pake motornya. “Rumah lo di mana, Vi?”

Gue nyebutin alamat kos-kosan gue yang sebenernya bisa ditempuh dengan jalan kaki. Dan betapa terkejutnya gue ketika Ando bilang kos-kosannya dia di situ juga!

“Gila ya, baru tau kalo ada anak ITB ngekos di sini juga,”

Emang sih gue ngekos di kosan umum, bukan yang spesialisasinya putri. Dari situ, gue semakin sering pulang bareng, apalagi sehabis pulang ekskul. Kos-kosan gue sama Ando juga nggak lumayan jauh sih, cuma terbagi beberapa tempat kos.

Kami sebelum balik ke tempat kos juga sering mampir ke mana-mana, nonton bioskop (oke ini kalo kuliah lagi nggak padet tugas ya), terus makan di AW atau KFC. I would say that he is nice to be with. Dia juga royal orangnya, pernah beberapa kali bayarin gue makan, tapi gue orangnya gak enakan, jadi gue balikin lagi duit dia begitu nyampe ke kosan (kan duit gue ketinggalan waktu itu).

Suatu ketika, ada kejadian yang bikin gue kaget waktu ke mal bareng dia. Apa coba? Dia ngambil rokok dari sakunya sama pemantik. Gue jujur aja heran dan kaget karena di kampus dia keliatan baik banget, gak ada tampang perokok aktif sama sekali.

"Lo ngerokok, Do?” tanya gue bingung.

Ando mengangguk. Terus dia bilang kalo sebenernya dia tuh nutupin jati diri dia selama di kampus. Dan jati diri yang asli ini baru dia tunjukkin ke gue doang. Oh wow. "Dan asal lo tau, Vi. Gue cuma nunjukkin ini ke orang spesial."

Gue gak merespons ucapannya, dan nanya udah berapa lama dia mengisap rokok, dan Ando jawab dari SMP. Hmmm, the  perfect guy with nikotin.

Berbulan-bulan udah berlalu dari situ, dan semakin banyak kejanggalan-kejanggalan yang gue temukan dari Ando ini. Contohnya, dia tuh pernah nabrak anak kecil sampai meninggal, terus karena bokap nyokapnya gak mau malu, jadi mereka nyogok si ibu sama bapaknya supaya gak lapor polisi. Terus gue juga baru tau kalo Ando ini terpaksa kuliah di ITB, jadi dia itu sebenernya gak suka sama jurusan yang dia pilih, tapi ya udah dia ikutin semua kata orangtuanya. Tapi heran sih, gak suka tapi kok IPK nya nyaris 4 hellowww?

Hingga suatu hari tugas kuliah lagi numpuk parah. Gue begadang sampai jam dua pagi. Gue nggak ngerti harus gimana ngerjainnya, apa gue nggak usah tidur hari ini? Tapi di lain sisi gue ngantuk. Sementara tugas kayak neraka ini harus gue kumpulin hari ini juga (maksud gue jam delapan pagi). Mana dosennya nyebelin lagi.

Dan kalian tau nggak apa yang bikin kaget sampai gue teriak-teriak? Pintu kos-kosan gue ada yang ngedobrak! Pas gue liat belakang, Ando tiba-tiba masuk ke kos-kosan gue dalam keadaan mabuk. Di tangannya ada sebotol bir besar, dan pandangan matanya jelas menunjukkan kalau dia nggak lagi dalam kondisi sehat. Gue teriak sekeras yang gue bisa, apalagi ketika dia narik tubuh gue dan berusaha melakukan hal-hal tidak senonoh.

Gue mencoba melawan, tapi nggak bisa, tenaganya kuat banget. Gue teriak pukul dua pagi sekencang-kencangnya sampai Ibu Kos terbangun dan menghampiri kos-kosan gue. Gue takut banget asli. Dan di dalam pikiran gue dia nggak cuma mabuk karena minuman, tapi mungkin aja dia adalah pengguna barang haram itu.

Gue bener-bener nggak nyangka bisa dapet perlakuan kayak gini dari Ando. Gue lebih nggak nyangka lagi ketika Ando si lelaki yang dipuja banyak wanita ternyata hanya pencitraan ... which is di belakang dia tuh adalah perokok, dan suka minum.

Dari situ gue trauma banget dan langsung pindah tempat kos ke kos putri, kebetulan ada yang kosong makanya gue langsung masuk. Dari awal nyokap juga udah saranin ini ke gue, tapi apa daya waktu itu tempat kos putri penuh semuanya, jadi gue melarikan diri ke kos umum, mana waktu itu mepet banget sama hari masuk kampus.

Ando berusaha bicara sama gue beberapa hari kemudian. Dia minta maaf atas perlakuannya tempo hari. Tapi gue nggak mau ngomong sama dia, buat natap mukanya aja males banget. Dia juga minta ke gue supaya nggak nyebarin cerita ini ke temen-temen gue. Tapi ... telat.

Gue ceritain ini ke temen-temen gue yang ‘memuja’ Ando, dan kebayakan dari mereka nggak percaya, kaget, nggak nyangka. Malah bilang kalo ini halusinasi gue doang. Sumpah gue nggak bohong, kata gue waktu itu. Sampe sumpah-sumpah, bahkan gue saking traumanya, gue meneteskan air mata. Mereka pun percaya. Gimana dengan ekskul? Ando keluar dari ekskul itu ... mungkin karena malu dengan cerita gue ke semua anggota ekskul.

Gue rasa ini bukan lagi ‘pengalaman nggak enak’, tapi sudah menjadi pelecehan. Awalnya jujur aja gue malu kalo harus berbagi cerita ini ke orang-orang, gue takut kalo orang-orang bakal ngira, “ya iyalah, Vi ... lo kan sering jalan berdua sama dia, mana mungkin dia nggak nafsu.”

Atau,

"Zaman sekarang udah biasa kali Vi yang kayak gitu mah, alay amat lo, bilang aja lu mau sama si Ando, tapi malu."

Ya emang sih suka jalan berdua. Tapi kami nggak pernah sekali pun melakukan sentuhan fisik lain kecuali pegangan tangan! Gue aja kalo naik motor dia nggak pernah meluk, cuma pegang pundaknya aja.

Terus untuk celutukan kedua ... mau zaman sekarang ataupun zaman dahulu kala, gue ya tetep gue. Gue gak mau disentuh atau melakukan itu diluar pernikahan! Jangan pikir gue cewek murahan. Kalau menurut kalian kayak gitu itu biasa aja, ya udah kalian aja yang lakuin, gue sih ogah! Gue masih punya harga diri.

Yang gue takutin selanjutnya adalah gue takut dibilang lebay. Demi apa pun, gue trauma karena hampir aja lelaki itu merampas harga diri gue sebagai wanita. Mau kalian bilang kalau itu dalam keadaan mabok kek, dalam keadaan di bawah alam sadar dia kek, gue nggak peduli! Yang pasti gue nggak suka diperlakukan kayak gitu sebagai wanita! Ditambah aksi Via Vallen yang berani speak up ke publik membuat gue makin berani buat bilang ini semua ke orang-orang. Nggak peduli bagaimana mereka merespons, nggak peduli pendapat mereka kayak gimana, gue cuma peduli karena ini pernah terjadi.

Efeknya juga gue harapkan kepada Ando, dia bisa berubah. Mending lo tinggalin tuh barang-barang haram yang lo konsumsi entah sejak kapan. Yang ada cewek illfeel ngeliat kelakuan muka dua lo. Gue juga nggak peduli sama alasan lo yang bilang kalo lo berasal dari Bali makanya hal-hal kayak gitu tuh wajar aja.

Nah itu aja cerita dari gue. Semoga cerita gue ini bisa memberi kalian pelajaran bahwa jangan percaya seseorang dari luarnya saja, jangan nge-fans sama idola kalian begitu aja. Kalian nggak tau kelakuan busuk apa yang idola kalian itu perbuat tanpa sepengetahuan kalian. Dan buat kalian yang pernah dilecehkan juga, baik secara verbal atau nonverbal ... lebih baik kalian speak up sebelum terlambat.

Gue Rivia Rivapa, pamit undur diri. Dah!

Thursday, April 19, 2018

Pengalaman Gap Year Gue



Pengalaman Gap Year Gue



Selamat pagi, siang, malam di mana pun kalian berada! Gue di sini kepingin cerita sedikit tentang pengalaman gue gap year. Bagi yang gak tau gap year, gap year adalah menunggu setahun buat tes universitas (lagi), sebab gagal di tes sebelumnya. Alasannya sih bermacam-macam, bisa karena salah jurusan, ke swasta gak punya uang, atau emang pengen aja. Kalo gue lebih ke alasan nomor 1, yaitu jurusan yang gue jalani di swasta kurang sreg.

Pertama kali masuk jurusan ini fine-fine aja, tiga bulan pertama emang sibuk mampus ya dunia kuliah itu, ditambah gue ngekos di kosan putri, Mama gak ngijinin gue kos di kosan umum. Lucunya kosan gue itu lumayan deket sama rumah gue wkwk. Ya terus ngapain toh Nduk kamu ngekos? Gak tau! Mama yang nyuruh supaya gue mandiri katanya. 

Sampe suatu ketika gue pulang ke rumah gue buat ngambil barang yang ketinggalan, biasalah di rumah ketemu nyokap lagi masak, adek gue yang emang Sabtu diliburin sekolahnya (enak banget gak kayak jaman gue dulu). Tapi rumah gue ada yang lain, rumah gue kedatangan tamu. Pas masuk, ehhh ternyata ada Mbak Esi, dia kebetulan mampir karena lewat, habis ngejenguk temennya yang dirawat, gak tau sakit apa. Kebetulan emang rumah gue deket sama rumah sakit.

Begitu ketemu Mbak Esi kita ngobrol banyak banget, mulai topik temennya yang sakit kena komplikasi paru-paru sama jantung, terus bahas kuliah gue, bahas kegiatan organisasi yang gue ikuti di kampus (emang gue anaknya suka sosialisasi). Kami sambil makan nasi cah kangkung masakan nyokap gue, terus Mbak Esi tiba-tiba nyelutuk, “kuliah di mana kamu?”
Gue emang udah cerita tentang jurusan kuliah yang gue jalani sekarang, tapi belum ke arah kampus mana yang gue jadikan tempat menimba ilmu. Gue kasih tau aja ke Mbak Esi.
Mbak Esi mengerutkan kening, dia bilang sayang banget kalo gue harus kuliah di sana, mana yang gue ambil itu D3 lagi.

“Loh Mbak bukannya D3 cepet kerja ya?” tanya gue heran.

“D3 itu udah gak dianggap sekarang, perawat aja pada kuliah lagi buat dapet gelar S1.” celutuk Mbak Esi, dia dokter umum jadi tau banyak soal apa yang terjadi di rumah sakit.

“Walah gitu toh Mbak,” Gue ngangguk-ngangguk.

Mbak Esi ngasih saran supaya gue angkat kaki aja dari kampus gue itu, katanya pindah aja ke kuliah yang nyediain S1, mau ambil jurusan yang sama dengan yang gue jalani sekarang juga terserah. Gue tanya aja ke dia kalo jurusan teknik yang gue jalani sekarang ini bagusnya ambil di univ mana.

“Ohhh kalo teknik industri bagusnya ITB, sama kayak temennya Embak, sekarang sukses tuh,”

Niat awal gue ngambil teknik sih emang suka hitungan, gue gak terlalu suka sama hafalan. Bagi gue jurusan teknik juga lebih menjanjikan di masa depan. Misal mau ngebangun gedung, pasti pake hitungan, kan? Mau merancang bahan-bahan bangunan juga pake hitungan. Bahkan sederhananya nih, dari transaksi ketika beli bahan bangunan pun kita dihadapkan dengan yang namanya hitungan.
Sempet bingung juga sih mau milih teknik apa waktu itu (sampe menjelang SBM juga bingung), soalnya kan banyak banget teknik, ada teknik kagebunsin, teknik seribu bayangan, teknik meniup gelembung. WKWK GAK! Tapi berkat saran Mama, gue akhirnya dipilihin teknik industri.


Gue juga bingung pas ngedenger sarannya Mbak Esi yang sekarang udah pamit dari rumah. Gue mikir-mikir lagi, sampe nanya ke Mama gimana kalo gue ngulang buat dapetin universitas yang pas keluarnya S1. Mama sih saranin kalo emang mau ngulang berarti gue harus bisa dapet yang lebih, secara kan gue udah hafal tipe soalnya, juga cara ngerjainnya. Mama bilang gue ambil teknik industri lagi aja, soalnya sayang ilmunya kalo dihambur. Nanti di kuliah juga gak terlalu ribet, soalnya gue udah tau beberapa ilmunya.

Dapet restu dari Mama udah, tinggal dari Papa. Dia pulang malem sih, gapapa deh jadi malem itu gue gak pulang ke tempat kosan, gue nungguin beliau sampe pulang. Pas beliau pulang, dia keliatan cape banget, ada keringat yang nempel di dahi dia. Kasian Papa, pasti kecapean nyari uang buat kita.

Papa nyapa gue, gue menghampiri dan salim, terus dia cium kedua pipi gue. Kita basa-basi bentar lah. Gue pertamanya bilang kalo gue pengen pindah tempat kuliah. Dan ketika gue mengusulkan pemikiran gue itu, bokap langsung gak setuju. Katanya kuliah di mana itu sama aja. Rezeki mah udah diatur sama yang di atas, kita mah tugasnya cuma menjalani. Sempet debat juga, sampe Mama dateng dan ngasih penjelasan.

Akhirnya Papa bilang, “ya udah Papa pikirin dulu.”

Seharusnya topik kayak gini gak dibicarain sekarang. Tapi gue emang penasaran pengen tau pendapatnya gimana.

Pas tidur di kamar yang 3 bulan gak gue tempatin, gue mikir, berarti kalo gue pindah, uang kuliah yang udah di keluarin bokap gue sia-sia dong? Terus gimana kalo gue ternyata gak lolos tes? Lebih parah lagi. Gue juga udah sreg sama temen-temen kampus itu, masa iya sih gue tinggalin? Dan berbagai macam kalau-kalau lainnya yang memutari benak gue malam itu.

Bokap hari Minggu juga kerja, tapi pulangnya siang. Gue tungguin, sampe akhirnya dia pulang, tapi yang keluar dari mulut dia adalah enggak. Rasanya tuh kayak piring pecah begitu ngedenger hal itu.

Ya udah gue balik ke kosan aja, belajar, ngerjain tugas sembari males. Gue mikir, ngapain gue ngerjain beginian kalo gue mau pindah kampus? Buang-buang waktu aja!

Seminggu berlalu. Gue dapet telepon dari bokap, dia emang rutin nelepon gue tiap hari, katanya biar komunikasi gak putus, biar hidup gue kepantau juga. Pas gue ngangkat, ternyata yang keluar suara Mama.

“Halo Ma?”

Dan Mama ngejerit-jerit, dia bilang gue boleh pindah kampus! Yippieeee! Gue seneng banget asli waktu itu, tapi sempet curiga juga kenapa gak Papa yang ngomong langsung ke gue soal ini, tapi katanya Papa gengsi. You know the boys.

Dunia kuliah emang sibuk banget, gue akhirnya keluar mengajukan surat permohonan pengunduran diri. Gue nangis-nangisan sama temen-temen gue. Padahal baru kenal seumur jagung, tapi udah kayak kenal lama #huhu. Belum lagi temen-temen ekskul, semuanya kenal baik lah, sampai kating, dosen juga.

Lalu hari-hari setelahnya ketika gue dinyatakan resmi menjabat sebagai “pengangguran”, hal pertama yang gue lakukan adalah pulang ke rumah. Gue bilang gue kayaknya mau ngabisin waktu di kosan aja soalnya kosan itu udah disewa selama 1 tahun ke depan. Sayang banget dong kalo gak diisi? Mana ibu kosnya baik banget. Ya udah kata nyokap juga gue gak boleh hambur-hambur uang.

Hal kedua yang gue lakuin adalah daftar bimbel, ini bimbel rekomendasi dari Mbak Esi juga sih sebetulnya, bimbel yang bikin dia bisa masuk FK. Ya udah gue daftarin diri di situ juga dengan harapan bisa tembus TI ITB. FYI bimbel itu tuh lumayan mahal biayanya, jadi Mbak Esi juga sedikit bantu biayain karena bokap kurang sanggup juga secara finansial.

Hal yang gue lakuin ketiga adalah berdoa, gue minta maaf kepada Tuhan karena menyia-nyiakan waktu yang telah diberikan-Nya. Gue minta bantuan semoga ke depannya gue bisa lancar dan diberkati.

Hari-hari berikutnya gue isi dengan belajar menyendiri di tempat kos, sorenya pergi bimbel khusus SBMPTN. Bimbel itu tuh kita bener-bener diajarin lagi dari nol, kita kejar materi bareng-bareng, kita latihan soal dari yang mudah, sedang, sampai sukar. Kita tuker pikiran gimana cara menyelesaikan soal tersebut. Di situ gue ketemu lagi sama soal yang dulu gue bingung cara ngerjainnya gimana, tapi pas udah dibahas, ohhh gitu doang, kenapa gue gue gak bisa ya?

Di bimbel itu gue ketemu sama lima orang dengan cerita masing-masing. Ada Raina, Kasih, Faris, sama Kak Mahardika. Lima orang itu termasuk gue. Kita semua terperangkap dalam situasi gap year kecuali Kasih, dia sebenernya lagi kuliah cuma kurang sreg sama jurusan yang dia pilih, sebab itu tuh jurusan pilihan orangtuanya. Sekarang Kasih pake win win solution, kalo dia gagal SBM tahun ini, dia gak rugi juga, dia bisa ngelanjutin kuliah yang dia jalani tanpa ngulang dari nol.

Beda lagi sama Kak Mahar, gue panggil dia dengan embel-embel “kak” karena dia dua tahun lebih tua daripada gue, dan you know what? Dia ternyata udah gagal SBMPTN selama 2 kali berturu-turut, gue cuma nelen ludah pahit aja waktu denger cerita dia. Gimana juga kalo gue sampe kayak dia? Gue gak sanggup  buat jalanin hidup kayaknya. Dan apakah soal-soal SBMPTN itu sesusah itu ya sampai ada yang gak lolos 2 kali? Berarti ini adalah kesempatan terakhir Kak Mahar buat masuk PTN.

Ada lagi cerita dari Faris, dia cowok yang sebenernya gak gagal SBMPTN, tapi udah keterima di jurusan yang dia mau tapi kekurangan biaya. Faris ini anaknya tinggi, berkulit putih. Pas dia kelas 12 semester 2, orangtuanya meninggal dalam kecelakaan. Beritanya pun sampe masuk TV, gue sih jarang nonton TV, jadi kurang tau tayang di channel apa. Waktu itu Faris milih FK UI sama FSRD ITB, yang ITB yang lolos. Dan Faris gak tau gimana cara ngebiayain kulihanya, emang ada beasiswa, tapi kan itu harus minimal belajar 1 semester sampe IPK keluar, sementara dia gak punya duit, tinggalnya pun sama kakek-neneknya yang dipindahkan dari rumah asalnya ke rumah orangtuanya. Akhirnya dia pun bertekad pengen kejar FK UNPAD yang gratis. Dia gak mau nyusahin banyak orang. Sifatnya mandiri, tegar, dan pantang menyerah. Dia tetep sabar menghadapi ujian-ujian yang Tuhan berikan buatnya. Gue salut banget sama dia.

Terus Raina, dia cewek pake kacamata tapi gak begitu tebal. Dia gagal SBM tahun kemarin sama seperti gue, dia gagal dan gak daftar ke swasta ataupun yang D3, dia langsung melarikan diri ke bimbel terdekat buat belajar SBMPTN tahun depan lagi. Gak ada cerita khusus sih, dia emang jarang belajar makanya gagal, dia sama malesnya sama gue waktu itu.

Kata guru bimbel kami, katanya gapapa gagal, coba lagi aja, karena kesempatan kedua itu selalu ada.

Mulai dari situ gue belajar aja mati-matian, pokoknya pagi ketemu soal yang di PR-kan sama bimbel, siang ngerjain soal secara mandiri, malemnya gue belajar tapi yang hafalan kayak biologi, kimia yang bisa dihafalin, juga bahasa Indonesia sama Inggris. Pola belajar gue sih kayak gitu, soalnya malem itu gue gak bisa terlalu mikir kalo ngerjain fisika, dll. Untung aja SBMPTN bukan malam hari.

Kadang di bimbel gue ngeliat anak-anak SMA yang kelas tiga, lagi pada ngomongin jurusan kuliah, lagi asyik bahas soal sama temen-temennya, lagi seru diskusi di kantin, padahal itu tempat makan kan, bukan tempat belajar? Pake seragam putih abu, bawa ransel berat. Gue dari kejauhan cuma bisa memerhatikan sambil bergumam dalem hati, “semoga gap year!!!”

Di bimbel gue deket sama semuanya, tapi yang paling deket sama Kak Mahar, gak tau kenapa. Dia enak diajak ngobrol, sikapnya dewasa, dan ganteng juga wkwkwk. Tapi gue udah nganggep dia sebagai kakak gue kok, dia juga sama nganggep gue adek. Kadang dia nganterin gue pulang karena bimbel itu pulangnya malem dan kebetulan kosan gue sama kosan dia lumayan deket! Gue gak nyangka.

“Kok aku jarang lihat Kak Mahar ya? Padahal kita kan deketan gini.” kata gue waktu itu, gue emang pake aku-kamu soalnya kan ke yang lebih tua, jadi harus sopan.

“Gak tau tuh hahaha,” Kak Mahar ketawa kenceng.

Kak Mahar juga sering ngasih gue motivasi-motivasi di kala gue nyerocos, “ahhh apaan sih ini soal susah banget,” Dia ngasih-ngasih cerita motivasi, cerita lucu, cerita mengesankan. Pokoknya banyak banget deh!

Di bulan-bulan berikutnya gue mulai bosen sama kehidupan gue dengan rutinitas bimbel-belajar-bimbel-belajar. Gue pengen kerja, dan dibantulah sama Faris, katanya di Indoapril lagi buka lowongan kerja sebagai kasir.

Pendidikannya juga gak muluk-muluk gak perlu harus S1 UI dengan IPK 4,00. Cuma ijazah SMA! Ya udah gue masukin CV gue ke sana dan yeay gue keterima! Gue mulai lah jadi kasir, gue dapet shift sore ke malem. Indoapril kan gak buka 24 jam kayak McD ya, jadi begitu jam 12 an gue bisa pulang ke kosan.

Berbulan-bulan gue kerja di situ bareng Faris, dia juga sekalian nabung buat biaya kuliahnya dia kayak buku, alat tulis, biaya print, dll. Faris jadi penjaga indoapril yang kerjanya ngitungin barang, kalo gak yang beresin barang. Faris yang buka pintu, gue yang ngucapin, “selamat datang dan selamat belanja di Indoapril.” Atau kalau pelanggan sudah pergi gue bilang, "terima kasih telah belanja, datang kembali, ya."

Kadang juga ada Raina, Kasih, Kak Mahar dateng sengaja ke supermarket tempat gue bekerja. Pura-pura jadi pelanggan dan bikin kesel gue sama Faris yang dianggap emang bener-bener pelayan mereka hahaha. Kak Mahar juga baik banget, kadang dia nanya, “pulang jam berapa?” Terus dia jemput gue pake motornya. Padahal mah gue bisa pulang bareng Faris, tapi kita berlawanan arah, sad.

Gue pernah mikir kenapa gue gak kerja gini aja ya? Enak, gak perlu kebanyakan mikir, tinggal pencet-pencet tombol kasir, masukin uang, keluarin kembalian, dan dapet gaji setiap bulan. Pas gue ceritain itu ke Raina sama Kasih di wc cewek, kepala gue ditabok. Iya sih emang kecil gajinya, tapi cukup aja buat makan 3x sehari, tapi kata Kasih yang terpenting itu harga diri. Kalo gue cuma jadi kasir di Indoapril doang mah, gue diinjek-injek sama orang. Gak dianggap.

Ya udah gue akhirnya membuang pikiran itu.

Gue fokus lagi sama bimbel dan belajar. Udah masuk H-80an, gue berhenti dari Indoapril, kebetulan juga masa kontraknya udah abis. Faris sih udah duluan cabut, dia takut gara-gara udah terlalu lama kenal sama uang, jadi dia lupa kewajibannya buat kuliah.

H-80an dari situ lima orang ini beneran belajar. Sebenernya gue udah paham sih semua materi, tinggal nge-drill soal-soal aja yang banyak. Menurut gue juga soal-soal tuh gitu-gitu aja. Gue sampe bosen dan pengen soal yang levelnya lebih tinggi lagi #sombong. Terus dikasih aja sama guru bimbel gue, dan gue gak bisa ngerjain wkwk, karena katanya itu emang soal setara S3. Yaelah Pak-_-

Di weekend, kita berlima pamit dulu dari bimbel, kita mau refreshing supaya gak begitu tegang sama SBMPTN. Kita nonton bioskop, kita makan-makan bareng, seru-seruan. Ah pokoknya itu ceritanya kita bikin best moment bareng-bareng, walaupun sempet terjadi konflik juga sih di situ, tapi gak bakal gue ceritain, tentang Kak Mahar, gue, sama Raina. Kalian tau lah apa pasti.

H-12 gue makin deg degan. Gue cuma takut mimpi buruk gue terulang lagi. Pokoknya gue udah daftar SBMPTN, pilihan pertama ITB of course, tapi gue coba fttm, kedua gue ambil jurusan yang sama yang gue jalanin kemarin, yaitu TI ITB. Ketiga, gue bingung sih mau milih apa, sempet konsultasi juga ke Mbak Esi, dia sih nyaranin gue ngambil FK, gue langsung sesek napas, gue bilang gue gak suka banyak hafalan. Nanya-nanya juga ke nyokap-bokap, katanya terserah kakak aja. Ya udah gue milih merantau ke IPB ngambil teknologi pangan (kata Kak Mahar peluang kerjanya besar).

Gue gak yakin juga sih ini masuk apa enggak. Soalnya yang gue ambil tuh passing grade-nya pada wow semua. Tapi kembali lagi pada yang di atas, gue cuma bisa pasrah, gue berdoa sampai air mata gue jatuh. H-1 gue juga pulang ke rumah bukannya belajar, gue peluk nyokap-bokap, minta restu, doa, dan semoga gue dilancarkan dalam mengerjakan soal sesusah apa pun besok.

Then it’s the day! Hari di mana semuanya berkumpul mencoba meraih impiannya masing-masing. Ada gue dan banyak orang lagi. Gue tak henti-hentinya melafalkan doa, hingga soalnya sampe di tangan gue. Dan gue mulai kerjakan soal itu—soal yang sempet bikin gue menyerah atas kehidupan.

Dan ternyata gue bisa ngerjain itu! Gue bisa ngerjain soal itu dengan keyakinan yang besar. Gue yakin gak ada jawaban lain selain itu. Tapi gue gak sombong dulu sih, gue tetep rendah hati, gue pasrahkan semuanya kepada Tuhan.

Lalu istirahat sebentar, masuk lagi ke ruangan, gue jalanin dengan sama. Gue kerjain, dan gue bisa, gue percaya diri banget ngerjain soal fisika, kimia, biologi. Gue gak gugup sama sekali, karena menganggap ini TO bimbel biasa. Sampai akhirnya jawaban itu harus dikumpulkan kepada pengawas, gue berdoa lagi, semoga memang benar itu jawabannya.

Sesudahnya gue, Kak Mahar, Raina, Kasih, sama Faris berkumpul di kosan gue. Kosan yang sebentar lagi tenggat waktunya udah habis. Kita ngumpul di sini ngebahas semuanya, cerita-cerita seru tentang kondisi pas SBMPTN. Terus kita berdoa bareng semoga kita-kita yang gap year ini bisa diberikan kesempatan kedua. Kami berjanji bila memang diberi, kami gak bakal menyia-nyiakan kesempatan tersebut.

Dan hari pengumuman pun tiba. Gue udah bener-bener pulang ke rumah dan menetap di sana, sampe gue deg degan banget sama pengumuman SBMPTN yang harus dibuka di komputer, pas gue buka dengan mengetik yang diperintahkan ke sana, gue deg degan, dan sialnya website-nya nge-lag. Jadi kita harus nunggu beberapa waktu lagi baru bisa dibuka.

*banting keyboard*

/Eh jangan deh, nanti gue ngetiknya gimana:(

Dan bahagianya setelah pengumuman itu terbuka, gue lolos:)

SELAMAT ... ahhh gue cuma ngeliat warna hijau itu aja udah seneng banget rasanya. Gak bisa bayangin apa-apa lagi, senengnya melebihi apa pun. Gue nangis terharu.

“Ihhh si Kakak mah, udah keterima malah nangis,” kata nyokap gur heran.

“Hu hu hu,” Gue ngelanjutin nangis sambil ngelap air mata pake ujung kaos Mama, sekalian ingus-ingusnya nempel semua di situ.

“Nih nih pake tisu,” Adek gue nyodorin tisu paseo yang langsung gue tarik buat ngelap air mata. Soalnya Mama udah ngomel.

Tepat saat itu, ponsel gue berdering, ada free call dari Kak Mahar. Gue angkatlah. Pertamanya dia kaget kenapa gue nangis, dia malah menduga gue gagal. Tapi langsung gue bantah, “Kak ... aku keterima di STI ITB!” kata gue sambil tersedu-sedu.

Kak Mahar ketawa lepas. Dia bilang harusnya gue seneng, bukannya nangis. Gue manggut-manggut meskipun gue tau dia gak bisa ngeliat.



Ternyata pepatah gak ada usaha yang membohongi hasil itu memang benar adanya. Juga pepatah di sana ada kemauan, di sana juga ada jalan. Buktinya Faris lolos FK UNPAD. Kak Mahar bisa masuk PTN dengan jurusan pilihan ketiga dia. Raina bisa masuk PTN dengan jurusan yang dia mau. Sementara Kasih, dia memilih lanjut ke swasta yang dia jalani waktu itu. Dia keterima di PTN, tapi dengan jurusan yang sama. Dia pikir, dari segi biaya hampir sama, dari segi ilmu juga sama, keluarnya juga S1, jadi mungkin emang takdir di jurusan itu.

Di antara kita semua, cuma Kasih yang sibuk sama urusan kuliahnya. Cuma dia yang banyak izin buat gak ikut bimbel sebenernya karena apa coba? Karena kuliah dia. Mungkin karena itu dia gak lolos di pilihan satu.

Yang pasti sekarang gue bersyukur banget bisa dikasih kesempatan kedua sama yang di atas. Gue bakal menjalani ini sebaik-baiknya, gue bakal bikin kedua orangtua gue bangga. Makasih Papa, Mama, kalian selalu ngasih support sama anakmu ini dari telepon, datengin ke kosan, bawain makanan kesukaanku juga. Makasih udah percaya sama aku Pa, buat ngelepas kampus sebelumnya demi pindah ke ITB. Special thanks for Mbak Esi yang udah bantu-bantu dari segi finansial, pendidikan (aku juga bawel di WA nanya-nanya soal biologi), juga segi kasih sayang. Mbak Esi udah aku anggep kayak kakak aku sendiri. Terus makasih buat bimbel, mungkin kalo gak dikasih latihan soal-soal terus-menerus, aku gak bakal bisa gini. Soalnya aku adalah murid yang bodoh di SMA. Makasih juga buat Kak Mahar, Kasih, Raina, Faris, ahhh pokoknya kalian the best-lah! Kalian emang sahabat yang selalu ada di saat duka maupun suka. Kalian rela ngajarin materi yang gue gak bisa-bisa, hehe. I love you guys! Makasih juga buat panitia SBMPTN, makasih udah pilih gue buat lolos ITB.

Gue harap kalian bisa berakhir kayak gue, maksudnya kalau bisa sekarang gak usah di nanti-nanti lah, kalian jangan gap year dulu baru berhasil dapet kuliah, mending begitu lulus SMA kalian langsung kuliah itu lebih baik. Gue sendiri nyesel udah ngorbanin 1 tahun gue, dan harus kuliah bareng adek kelas.

Dan ketika gue selesai baca pengumuman SBMPTN itu, sebenernya gue baru inget, kalau mantan gue pas SMA juga kuliah di sana! Untung aja gak sejurusan!

Wednesday, April 11, 2018

TIPS MENGHADAPI SBMPTN DARI GUE YANG GAGAL



TIPS MENGHADAPI SBMPTN DARI GUE YANG GAGAL

Nggak tahu diri banget ya tulisan gue hari ini? Udah gagal, masih aja ngasih tips wkwkwk. Sebenernya niat gue baik, gue pengen kalian semua nggak ngalamin apa yang gue alami sekarang, karena dari penelusuran yang gue cari, setiap tahunnya persentase orang yang gagal lebih besar daripada orang yang berhasil lolos tes tersebut.

Gak tau karena soalnya yang susah nauzubilah, apa persiapan kitanya yang kurang mateng. Btw gue lebih percaya ke statement kedua sih haha, soalnya gue pernah dibilangin sama guru gue dari kecil, siapa lagi kalo bukan nyokap gue. Doi bilag kalo soal sesusah apa pun kalo kamu belajar serius, pasti bisa. Dan emang sih itu terbukti.

Gue ngalamin jadi anak kelas 12 itu bener-bener sibuk, ribet, dan banyak rintangan menghadang. Dari mulai semester 1 yang iri ngeliat temen-temen udah dapet kursi universitas walaupun swasta, terus sempet pengin bimbel tapi terhalang kondisi keuangan, sampai gak dapet kuota SNMPTN, dan masih banyak lagi.

Jadi di sini gue bakal sedikit memberikan tips ke kalian dari mulai segi akademik, maupun akademik. Belajar sih udah pasti ya, tapi di luar itu apalagi sih yang mesti kita persiapkan supaya gak gagal? Berikut tips-nya:

1. Jangan kelamaan milih jurusan kuliah



Ya inilah kesalahan awal gue waktu jadi anak kelas 12, gue mikirin jurusan kuliah itu dari semester 5 sampai H-30 SBMPTN gak nemu-nemu juga. Inilah akibat dari kabur pas sekolah ngadain univ day wkwk.

Menurut gue jurusan kuliah itu gak ada yang menarik. Semuanya gitu-gitu aja, pelajaran aja semuanyaaa, ya iyalah namanya juga pendidikan yak! Gue juga sempet nanya ke temen-temen gimana cara menentukan jurusan kuliah dengan tepat dan benar. Soalnya temen-temen gue udah fiks banget mau jurusan A di universitas B. Dan katanya dia, sesuaikan aja sama passion lo.

Nah masalahnya passion gue ini pas udah lulus nanti gak ada lapak kerjanya!

Otomatis gue harus cari jurusan lain dong? Gue bener-bener bingung banget sampe depresi malahan mikirin mau jadi apa, kerja di mana (padahal sarjana aja belom), bahkan sampai ke gajinya berapa. Parah sih, tapi gue takut nanti gaji gue gak cukup buat makan 3 kali sehari. Di situ gue down banget sampe nyokap nanya gue kenapa, tapi gak gue jawab, terus makan gak habis, ya itu semua karena mikirin jurusan kuliah.

Waktu suruh milih antara IPS/IPS aja gue bingung, apalagi ini suruh milih jurusan kuliah yang bejibun.

Dari dulu gue tuh tipikal orang yang harus punya target dulu baru berhasil mengerjakan sesuatu. Ngerti kan maksud gue? Misalkan sebelum gue UN, gue punya target nilai UN di pelajaran matematika harus 100. Nah, baru de gue punya semangat buat belajar karena ngejar tujuan itu. Dan alhamdulilah tercapai ;) *cling

Di saat yang lain sibuk ngejar materi, gue malah diem, stress mikirin jurusan kuliah sama universitas. Jadi aja selama semester 1 gue cuma main sama temen-temen ngilangin stress. Untung gak gila gue mikirin ginian.

Dan sampai H-30 seperti yang gue sebut di atas, gue juga gak punya tujuan sama sekali. Jurusan kuliah itu gak ada yang sreg sama gue. Gue terlalu takut buat ngambil risiko ke depannya. Intinya gue takut kehidupan setelah sekolah.

Jadi, mendingan kalian gak usah terlalu pusing nentuin jurusan kuliah, sekarang sih belajar aja dulu yang banyak, kalo perlu nentuin jurusannya pas H-1 menit pendaftaran SBM tutup. Biar barokah.
Kecuali kalian tipe orang kayak gue. Gue pun gak tau solusinya gimana.

2. Singkirkan self-problem di luar kegiatan belajar

Self-problem itu kayak masalah-masalah pribadi yang bikin kalian gak enak buat melakukan sesuatu.
Contohnya waktu kelas 12, self-problem gue adalah pacar gue. Gue sama dia udah jalan tiga tahun, dan entah kenapa di tahun ketiga kami, kami malah diterpa berbagai masalah. Kita jadi sering berantem gak jelas, dia ilang-ilangan, jarang anter-jemput, terpenting: dia gak ada waktu lagi buat gue.

Gue waktu itu nangis-nangis, gue sebel banget di giniin. Kalo putus ya putus dong, jangan nungguin gue buat bilang putus duluan! Seolah gue yang salah, seolah gue yang udah ninggalin lo dan mengingkari komitmen yang udah kita buat di awal. Susah banget rasanya ngelepasin seseorang yang udah terlalu banyak menghabiskan waktu sama kita, apalagi ngelepasinnya ke seseorang yang kita kenal.

EH KOK MALAH CURHAT???

Selain itu juga gue ada masalah di rumah, tentang nyokap-bokap gue yang mau cerai, mereka berantem setiap gue pergi sekolah, dan pulang udah ngeliat vas bunga pecah. Rasanya sakit banget. Itu yang berkali-kali gue ceritain ke BK, tapi apa katanya? Jangan dipikirin, ya kali jangan dipikirin, emangnya gue bukan bagian dari keluarga apa? Gue dateng ke sana tuh berharap bisa dapet saran lebih dari sekedar kata-kata, “gausah dipikirin”. Itu mah kucing gue juga bisa ngasih nasihat begitu mah. Ralat deh, kucing gue kan gak bisa ngomong hehe.

Seperti itulah self-problem yang gue alami sampai membuat gue mengorbankan masa depan gue. Harusnya sih gue bisa bersikap lebih profesional terhadap diri gue. Seenggaknya jika gue kehilangan pacar gue, gue masih bisa dapet PTN. Seenggaknya jika gue kehilangan keharmonisan keluarga, gue masih bisa membanggakan mereka dengan jurusan kuliah yang menjanjikan di masa depan.

Saran gue sih, mendingan kalian keep studying, jangan karena hidup lo lagi banyak masalah lo jadi leyeh-leyeh dan gak ada minat buat belajar. Meskipun lo in trouble, pelajaran harus terus berjalan. Bagaimana pun juga, waktu gak bakal berhenti, terulang, hanya karena sekarang banyak cobaan di hidup lo.

3. Memandanglah ke atas, jangan ke bawah!



Mau tau kesalahan gue yang lainnya? Ya ini.

Gue terlalu sering melihat ke bawah, di mana nyokap gue ibu rumah tangga, dan bokap cuma pekerja biasa dengan gaji pas-pasan. Ada pepatah: “buah tak jatuh dari pohonnya”. Mau gue belajar segimana pun pasti gak bakal bisa karena ekonomi.

Ahhh salah emang gue mikir gitu. Gue juga mikir ngapain ya susah-susah belajar kalau jadi ibu rumah tangga aja bisa hidup? SALAH. Plis para kaum wanita jangan mau jadi babu di rumah. Pake daster, tiap hari belanja ke pasar naik ojek online. Nyampe rumah masak. Ngejemput anak. Nyambut suami pulang, minta setoran ke suami padahal hari gajian masih lama. Tidur dan besoknya harus bangun subuh.

Besoknya? Terulang lagi.

Walaupun enak sih jadi IRT, keenakkannya:

1) Gak usah kerja

2) Apa-apa tinggal minta suami

3) Di rumah doang

4) Bisa lebih menikmati hidup

Tapi jangan pikirin enaknya mulu, ternyata gak enaknya lebih banyak!

1) Gak ada dunia sosialisasi, palingan ibu-ibu tetangga sebelah yang ngumpul pas beli sayur

2) Gak punya duit, maksudnya kalo suami gak punya duit? Kita juga yang ikut kena imbasnya

3) Bergantung terus sama suami. Mending kalau suami hidup terus sehat sejahtera sampai maut memisahkan, gimana kalau suami kena serangan jantung dan jadinya kau yang membiayai dirimu serta anak-anakmu.

4) Gak ada kegiatan. Dan dari ‘gak ada kegiatan’ itu yang bikin kita males hidup serta bikin pikiran menyempit.

5) Malu kalo ketemu temen lama. Ya iyalah temen lagi belanja di mall pake tas dior sama kacamata gucci, ehh kita cuma pake daster bolong plus muka kucel. Niat cuma beli popok bayi, malah nahan urat malu.

6) Pikirin aja sendiri, pokoknya banyak

So guys, jangan ngeliat ke bawah ya meskipun latar belakang nyokap bokap lo gak kayak Hotman Paris, buah emang gak jatuh jauh dari pohonnya. Tapi kenapa kita gak menggelinding ke tempat yang kita mau setelah buah itu jatuh?

Terutama kaum wanita, kita harus bisa jadi rolemodel buat anak-anak kita nanti. Ngasih contoh yang baik. Jadilah ibu yang berpendidikan tinggi karena nanti begitulah cara ia mendidik anaknya kelak. R.A Kartini udah susah payah loh membuat derajat wanita sama seperti pria, masa kita sia-siakan sekarang?

4. Berdoalah



Parah sih gila, udah gue gak berusaha, gue juga gak berdoa. Orang gak tau diri emang wkwk.

Tipe-tipe orang menghadapi ujian itu ada tiga:

1) Berusaha dan berdoa =lolos

2) Gak berusaha, tapi berdoa = bohong

3) Gak usaha juga gak doa =bloon

Gue masuk tipe orang yang ketiga. Lo yang mana? Jawab yah!

5. Belajar, belajar, belajar


(Tidak ada keterangan lebih lanjut.)

Gitu aja sih tips dari gue. Semoga kalian dimudahkan dalam segala ujian, baik ujian tertulis, maupun ujian hidup #wkwk. Rencananya sih gue kepingin ngulang lagi tahun depan, tapi dipikir-pikir lagi buat apa ngulang sementara di sini gue udah dapet jurusan yang gue mau, walaupun itu swasta. Ngapain belajar dari nol lagi cuma karena gengsi PTN.

Ya udah gitu aja, see you soon di tulisan gue selanjutnya, ciaooo!!!
 
Corat-coret Blogger Template by Ipietoon Blogger Template